Baik, sebenernya gue nggak pernah nyebut diri gue sendiri pake 'gue'. Kenapa? Karena di Jambi kami menggunakan 'aku'. Tapi, berdasarkan research yang udah gue telusuri, cerita-cerita tentang kehidupan yang kocak nan lucu dan beringas biasanya pake 'gue'. Kenapa? Gue juga nggak tau, makanya gue nanya.
Oke, mari kita langsung saja.
Gue adalah anak 3 SMP yang nekat nulis beginian. Jadi ceritanya nih gue masuk ke kelas yang edan sangat. Label kelas ini adalah EC, kependekan dari English Class, ketika mendengar nama dari kelas ini, apabila anda berkata:.
“Busyet! Pasti tu kelas pinter gila! Tiap hari ngomongnya pake bahasa Inggris! Gue aja bahasa Indonesia masih merah!”.
Gue, tanpa malu dan ragu, bakal mengatakan: “Lo GILA???!!!”. Tapi sebaliknya kalo lo ngomong kayak gini :
“Ah, paling kelas alay, namanya aja najis amit-amit”.
Gue, tanpa malu dan ragu, bakal mengatakan : “Lo KURANG HAJAT!!!! eh, AJAR!!!!”. Yah, walo jawaban itu sedikit mendekati dari jawaban yang pertama. Nah, kalo lo bilang :
“..... Coba gue tebak, pasti itu kelas lo”.
Nah! Lo bener! Kenapa? Soalnya kan udah gue bilang tadi! Kemana aja sih lo! Oke, bagaimana pun reaksi kalian ketika mendengar kelas ini, mari kita masuk ke dalam dunia penuh keanehan dan keganjilan yaitu : dunia fantasi ancol! Eh, gue becanda lagi, maksud gue ke dunia EC!
Cerita gue dan kelas ini berawal dari pagi ceria di tahun 2007, dimana burung bercicit, ayam berkokok, SBY masuk angin dan gue masuk sekolah. Namanya juga baru jadi anak SMP, so pasti gue sok rajin gitulah! PR dikerjain di rumah, masuk nggak pernah telat, ketemu guru cium tangan dan senyum nggak jelas, ketemu kakak kelas senyum sambil negur dan nunduk-nunduk sok Jepang. Wih! Pokoknya dulu gue itu makhluk serba rajin nan rupawan dan jadi idaman lah!
Kalo sekarang? Lo balik aja semuanya, kecuali bagian ketemu guru, kalo ketemu guru mah gue tetep sok manis! Kalo ketemu kakak kelas? Gue sekarang sih lagi nggak punya, tau deh taon depan.
Balik lagi ke cerita gue yang pertama, nah! Waktu itu datanglah seorang guru bak pengawal istana, gue sih ngebayanginnya dia bawa gulungan sambil bacain di depan kelas dengan gaya nan perkasa. Gue nggak begitu inget apa yang dia bilang, gue ingetnya sesuatu yang bersangkutan dengan 'kelas unggul' dan makaroni. Yah, kalo dikira-kirakan mungkin dia ngomongnya gini :
“Kepada anak-anakku yang berbahagia! Salam pramuka! (Oke, dia nggak ngomong kayak gitu tapi nggak papa kan?) Nah, bapak akan membacakan nama anak-anak yang berhasil masuk ke dalam kelas neraka, eh, maksud bapak kelas unggul”.
Baiklah, gue tau lo bakal nanya, dimana makaroninya?
Jawabannya adalah di dalam pikiran gue, karena waktu itu gue lagi mikirin makaroni. Hah? Kenapa gue mikirin makaroni waktu itu? Gue agak lupa juga tuh, mungkin karena gue belum pernah makan makaroni waktu itu kali ya?
Lalu sang bapak nan perkasa mulai menyebutkan nama-nama anak jenius satu persatu. Anak-anak mulai resah kecuali gue, kenapa? Karena gue tau gue bego.....
Tapi tiba-tiba bapak itu terdiam dan menatap sekeliling kelas dengan muka yang serius dan galak, walo mukanya emang serius dan galak dari sononya. Terus, dari segala kemungkinan yang nggak terhingga mustahilnya dia menyebutkan dua nama, nama gue dan Nicko, temen gue.
Kelas sih biasa-biasa aja. Yang speechless ntuh gue, tau deh Nicko. Gue ngeliet temen-temen gue yang laen. Ada yang gembira dan jingkrak-jingkrak, ada yang senyum sekedarnya aja, ada yang kecewa dan ada yang nangis-nangis nggak jelas (nggak jelas nangis karna sedih ato karna kecewa).
Gue pengennya sih teriak ke guru itu, “Pak, yakin mata bapak masih bagus? Soalnya bapak udah tua sih”. Tapi gue takut kena gamprat. Ya udah, gue dengan tampang super blo'on diem dan mendengarkan informasi kalo kami (anak yang tadi disebutin) mesti datang besok sore buat tes wawancara dan kelas bahasa inggris.
Yang terlintas di kepala gue waktu itu cuma ada dua. Pertama, tes macam apa pula itu, gue kan masih kecil, masa' disuruh yang wawancara-wawancaraan segala, emang mau ngelamar kerja? Kedua, eits! Kelas bahasa Inggris? Hebat amat.... (menerawang) manusia kayak gue yang arti 'mine' aja nggak tau waktu itu nggak usah capek-capek diteslah...
Tapi gue cuma diem aja dan bapak itu meninggalkan kami dengan mukanya yang memprihatinkan. Apakah dia muak ngeliet muka kami? Ataukah dia muak ngeliet muka gue? Atau malah dia muak ngeliat mukanya sendiri dan mulai berencana untuk operasi plastik? Semua itu masih misteri dan merupakan tanda tanya yang besar.
Waktupun berlalu begitu cepat, rencananya sih gue nggak mau malu-maluin diri gue sendiri dengan datang ke sesi wawancara itu. Tapi sayang dan mampusnya, parents gue maksa gitu. Kata mereka sih gue cukup hebat dalam bahasa Inggris, setidaknya gue bisa bilang “this is a pen” dengan lancar.
Nah, end nya tuh gue dateng juga. Gue ngeliet kiri kanan dan nggak nemuin temen yang bisa diajak ngobrol. Akhirnya gue ngomong sama temen khayalan gue yang belum gue kasih nama saat itu. Gue ngobrol tentang spongebob, patrick, tuan Crab, squidward, Sandy dan guru sangar yang bacain berita kemaren.
Pertama-tama sih kami disuruh ujian tertulis, untung aja soalnya emang cuma tentang sebatas “this is a pen” doang dan sedikit “this is an ant”. Gue sih bisa kalo cuma itu! Sayangnya, temen-temen (jenius) gue yang lain waktu itu nggak belajar “this is a pen”. Mereka belajar present continues dan past tense. Kenapa gue bisa ngomong kayak gitu? Soalnya kalo gue pikir-pikir pake logika dan liat-liat pake mata, gue ini dulu sangat bego dalam bahasa Inggris!
Yak, biar gue cerita sedikit tentang kehidupan gue yang kelam waktu gue lagi di MOS. Jadi ceritanya, setiap kelompok ato kelas kan dapet dua kakak pendamping. Kebetulan kakak pendamping kelas gue waktu itu lagi nggak ada, jadi kami sekelas disuruh jangan ribut. Gue sih diem, tapi bukan karena gue anak manis tapi karena gue nggak punya temen buat ribut. Disebelah gue waktu itu temen gue waktu SD, tapi dia orangnya pendiem dan murni baik, nggak kayak gue. Dia nurut dong waktu dibilang jangan ribut, nah, gue kan nggak punya temen ribut, jadi gue ikutan diem deh.
Sayangnya, nggak semua orang sesuci temen gue yang diem dan se-malang gue yang nggak punya temen ribut. Mereka pun mulai beringas dan teriak-teriak, padahal temen bicara mereka nggak sampe 15 cm tapi teriaknya terdengar nyampe 150 cm. So pasti kakak Osis yang lewat langsung menyadari kebiadaban temen sekelas gue ini. Jadi kakak itu nanya, “kelas siapa nih?”. Tiba-tiba kakak pendamping kelas gue dateng entah dari mana sembari menunjuk dirinya sendiri dan berkata, “mine!”.
Gue langsung mikir gini, 'apaan tuh main (gue dengernya kan main)?'.
Trus lo tau hal pertama yang gue lakuin ketika gue sampe ke rumah? Yak! Gue buka kamus dan mencari kata main. Tapi gue bingung, main ini beneran yang diucapin kakak tadi ato nggak. Waktu itu gue mencurigai kata mind, mine, main, min dan mint. Setelah gue masuk EC dan ketemu dengan makhluk bernama alfa link baru deh gue tau main yang mana yang dimaksud kakak itu!
Bener-bener masa lalu yang kelam dan penuh dengan keluguan (baca : kegoblokan) yang amat sangat! Memukau dan menambah selera deh pokoknya! (apanya?).
Dari uraian diatas kalian pasti sekarang sedang geleng-geleng kepala dan setuju dengan gue waktu gue pengen teriak tentang bapak sangar yang matanya mungkin aja udah mulai rabun karena usia.
Sesi kedua dari hari itu setelah tes tertulis adalah wawancara pake bahasa Inggris. Sambil nunggu nama gue dipanggil yang gue lakuin adalah ngobrol lagi sama temen khayalan gue, sekarang kami ngomongin tentang misteri segitiga bermuda, misteri hilangnya pesawat Adam Air dan misteri gunung kidul.
Waktu gue dipanggil, gue ngeliat guru yang mewawancarai gue itu dengan segenap rasa takut gue. Sumpah! Serem banget! Nggak ada senyum ato nada bicara yang ramah. Gue sampe-sampe curiga jangan-jangan dia ini dikirim dari militer buat mewawancarai makhluk-makhluk jahanam macam gue. Ya, anak muda sekarang kan beringas semua. Tapi melihat postur tubuhnya yang nggak memadai dan mukanya yang penyot, eh, peyot, gue yakin dia emang guru sini.
Dia ngeliat gue trus berdehem. Gue lupa apa yang dia tanyain. Maklumlah, udah pake bahasa Inggris, muka guru itu serem pula, yang gue inget sih gue cuma bilang satu kata waktu wawancara, yaitu “yes”. Tunggu, kalo nggak salah sih gue juga bilang “this is a pen” sekali.
Kesimpulannya, gue sangat yakin keberhasilan gue itu didukung oleh tes tertulis!
Setelah berbagai pertempuran hari itu, gue dan yang lainnya diminta (menurut gue, dipaksa) untuk datang lagi besok sore untuk wawancara biasa ato non-english (akhirnya).
Esoknya gue datang dengan tampang suntuk dan bertemu dengan salah satu temen sekelompok dan sekelas gue selama MOS, Reskianta. Nggak ada pilihan lain, walo gue nggak terlalu deket ama dia gue terpaksa mesti ada disisinya (baca : gue nempelin dia). Lalu tiba-tiba gue ketemu dengan temen SD nya si Reskianta ini. Namanya Nadya, si Nadya ini memperkenalkan dirinya sebagai fans terbesar Harry Potter.
Dia ngebawa plastik gede yang isinya gambar, informasi, guntingan dari majalah, kliping, poster dan segala hal yang bersangkutan dengan Haary Potter yang muat masuk ke dalam plastik itu. Pertama sih dia nampak normal-normal aja di mata gue. Cuma agak mungil, eh tiba-tiba Reskianta menyinggung sesuatu yang bersangkutan dengan Harry Potter dan dia mulai berkata kayak gini nih :
“TaunggakguesukabangetsamaHarryPotterbagigueDanielRedcliffetuhhebatbangetguesalutdehapalagiJKRowlingkaloguenontonharrypotterguejadiselalungebayanginduniasihirguepengenbangetdatengkesanaenakajakansemuanyabisadiselesaikandengansihirapalagiDanieltuhcakepbangetpokoknyaguesukabangetsamaDanieldanHarry!!!!!!!!!”.
Gue bengong, ini bukan biasa lagi namanya, ini luar biasa! Dia ngomong dengan satu napas! Gue udah tau sih Reskianta itu spesial dari pertama gue ngeliat dan ngenal dia. Waktu itu dia disuruh nyanyi lagu 'orang kayo itam' yang waktu itu terdengar asing ditelinga gue. Suaranya merdu! Gue aja jadi seneng sendiri ngeliat si Reskianta nyanyi. Waktu dia selesai nyanyi gue histeris sendiri sampe-sampe diliatin orang-orang disekitar gue.
Sekarang gue nggak nyangka dia punya temen seunik ini. Gue aja susah napas waktu denger dia ngomong. Gila! Napasnya panjang banget! Jangan-jangan dia penyelam lagi!
Saat-saat dramatis di dalam hidupku tiba-tiba diinterupsi dengan sebuah suara yang memanggil nama gue. Ternyata ini adalah giliran gue buat diwawancara. Gue dengan gontai masuk ke dalam ruang BK yang saat itu menjadi tempat tanya jawab. Gue berhadapan dengan seorang guru BK yang mungil dan tampak ramah. Kira-kira wawancara berlangsung seperti ini :
GBK (Guru Bimbingan Konseling) : “Selamat pagi, nak”.
Gue : “Pa-pagi bu”.
GBK : “Kamu tau untuk apa kamu diwawancarai disini?”.
Gue : “...... Bukannya buat nyaring anak-anak yang bisa masuk unggul?”.
GBK : “Selain itu?”.
Gue : “Ehm... Mencari anak-anak yang pantas masuk ke EC?”.
GBK : “Lalu?”.
Gue : “.... (apaan lagi dong? Masa' dia wawancara gue gara-gara suka sama gue?! Nggak mungkin banget lah!) Saya nggak tahu Bu”.
GBK : “Wawancara ini dilakukan untuk mengukur perilaku berdasarkan gaya hidup kamu, jadi, bersikaplah jujur”.
Gue : “......(Mana ada yang mau ketahuan kalo tiap hari kerjaannya cuma baca komik) Ya, akan saya usahakan bu. (gue nggak bo'ong kan, gue kan nggak bilang sepenuhnya iya)”.
GBK : “Baiklah, setelah bangun tidur, hal apa yang paling pertama kamu lakukan”.
Gue : “Mandi... (gue sumpah, gue mesti gigit lidah sebentar buat nahan diri gue untuk bilang 'narik selimut dan tidur lagi')”.
GBK : (Mencatat jawaban gue) “lalu?”.
Gue : “Hm... Makan? (ini sih pertanyaan, bukan pernyataan)”.
GBK : “Kamu nggak solat subuh?”.
Gue : “....... Oh, iya....”.
GBK : “.......Oh.....”.
Gue : “......”
GBK : “Sehari berapa jam belajar?”.
Gue : “..... Kadang sejam, kadang 2 jam (kadang nol jam), tergantung situasi bu”.
GBK : “..... Oke, kamu boleh keluar”.
Gue : “... Iya bu...”.
Hipotesis yang bisa gue ambil sih.... keberadaan gue di kelas EC memang dikarenakan tes tertulis 'this-is-a-pen' kemaren.
Ketika waktu berlalu, gue udah dapat menerima kenyataan kalo gue enggak mungkin bisa masuk ke kelas itu. Sayangnya, terkaan gue salah, si guru sangar datang lagi ke kelas gue dan ngumumin siapa aja yang berhasil masuk ke kelas unggul dan EC. Dan diantara lautan nama-nama itu, terseliplah nama gue, parahnya lagi gue bukan cuma masuk unggul biasa tapi English Class. Gue bengong, nggak ada yang terlalu peduli saat itu kecuali gue. Tapi kalo gue nggak salah liat guru itu sedikit mengernyitkan dahinya, apakah karena dia tau gue bisa lolos ke EC? Ato emang bentuk alisnya kayak gitu sejak lahir? Ato malah dia inget dia harus segera operasi plastik? Itupun masih menjadi misteri hingga detik ini....
Setelah itu, gue dan orang-orang terpilih lainnya diminta datang Jum'at sore. Gue pasrah dan pergi kesana. Disanalah gue ketemu dengan anak-anak EC yang masih pada imut-imut, manis-manis, baek-baek dan nggak macem-macem. Semuanya persis seperti anak pinter pada umumnya, pendiem dan berwajah agak serius.
Kalo gue bandingin dengan sekarang sih.... Yah, berbanding terbalik 440 derajat lah! Sekarang semuanya pada cacat , mulai dari fisik dan mental.
Itu adalah asal-usul gue terdampar di kelas nan hebat ini... Hebat banget tau! Mana ada kelas sehebat kami! Hebat cacatnya maksudnya.... Tapi perjalanan kami dari cerita ini sungguh panjang, sepanjang leher jerapah, sepanjang sungai batanghari dan sepanjang jalan tol. Karena itu, petualangan kami yang lain kagak bisa gue ceritain semua disini. Kalau begitu gue undur diri dulu. Mohon maaf bila ada salah, namun gue percaya gue nggak pernah salah, karena kesempurnaan hanya milik gue. (Jangan!!!! Jangan timpuk gue!!!).
Ciao!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar